SMS CENTER 081-390-075705(024) 7608201 - 7612334dispsda@yahoo.com | psda@jatengprov.go.id5/7 Jam 07.00 - 15.30 ( istirahat 12.00 - 13.00)

Akuntabilitas Publik Dalam Pengendalian Banjir

Post 42 of 44
Akuntabilitas Publik Dalam Pengendalian Banjir

Oleh :
Ir. FX. Pri Joewo Guntoro, Dipl.HE
Kepala Balai PSDA Progo Bogowonto Lukulo

Akuntabilitas dalam dunia birokrasi atau instansi pemerintah diartikan sebagai perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan baik keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan, hal ini sesuai dengan Inpres No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akuntabilitas merupakan salah satu dari 9 Kriteria “Good Governance” dari UNDP (Badan PBB yang menangani masalah pembangunan), dan dapat bersifat Internal maupun Eksternal.

Banjir merupakan fenomena alam dan menjadi masalah yang selalu dihadapi setiap tahun khususnya bagi daerah-daerah dengan kondisi topografi datar atau berdekatan dengan alur sungai dan muara. Selalu menjadi pertanyaan bagi masyarakat awam tentang kejadian banjir itu sendiri maupun prasarana pengendali ataupun penampung, misalnya alur sungai yang baru dinormalisasi pada tahun sebelumnya tetap meluap dan menyebabkan banjir. Tanpa adanya informasi yang cukup bagi masyarakat sekitarnya, akuntabilitas instansi pengelola dapat dipertanyakan.

Pemahaman
Bahwa banjir dengan besaran tertentu (Debit) merupakan keluaran (Output) dari suatu daerah pengaliran Sungai (DPS), sehingga besarnya banjir dapat dipengaruhi oleh besarnya masukan (Input) berupa hujan dan respon DPS yang dipengaruhi oleh kondisi tanah, tanaman penutup dan cekungan yang ada. Debit banjir sangat dinamis, tergantung dari fluktuasi curah hujan dan kondisi daerah pengaliran. Suatu sungai yang telah didesain dengan kapasitas tertentu berdasar hujan rancangan tertentu dalam kurun waktu tertentu belum dapat menjamin aman dari banjir, bila kondisi DPS sudah berubah . Contoh jelas akhir-akhir ini hujan yang terjadi di Kabupaten Rembang hanya sebesar 98 mm, sudah dapat menimbulkan banjir besar dengan kerugian harta dan benda cukup besar. Hal ini contoh nyata bahwa respon DPS berubah drastis pada masukan hujan yang yang tidak terlalu besar, sebagai bandingan bahwa hujan maksimum di kawasan tersebut pernah mencapai 179 mm/hari .

Kompleksitas fenomena banjir tersebut bagi masyarakat awam perlu disederhanakan guna memahami dan berjaga-jaga sehingga dapat digunakan sebagai acuan tindakan untuk meminimalkan kerugian akibat banjir. Pemahaman paling mudah adalah dengan memberikan Tanda Peringatan Banjir (TPB) pada titik pantau disungai-sungai rawan banjir. Tanda Peringatan Banjir dapat berupa papan duga air dengan 3 kriteria , status bencana yaitu Siaga diukur 1,50 – 1,25 m dari puncak tanggul , Siap diukur 1,25 – 0,50 m dari puncak tanggul, Awas diukur 0,50 – 0 dari puncak tanggul. Status bencana dibedakan masing-masing dengan warna hijau, kuning dan merah. Status tersebut diukur mengacu pada tinggi muka air banjir rancangan, atau dengan kata lain tinggi jagaan maksimum sebesar 1,50 m.
Secara garis besar dapat dipahami bahwa bila muka air melebihi tinggi muka air rancangan berarti debit sebagai hasil respon terhadap masukan berupa hujan sudah melebihi besaran-besaran yang direncanakan , selanjutnya masyarakat dapat diminta bersiap-siap bahwa banjir/luapan akan segera terjadi. Kenaikan tinggi muka air pada suatu sungai tidak secara otomatis sebagai akibat kenaikan debit banjir namun dapat pula disebabkan adanya sedimentasi berlebihan di alur atau sumbatan di muara.

Sosialisasi
Upaya pemahaman fenomena banjir dan dinamika perubahan respon daerah tangkapan serta kesiapan prasarana fisik dalam melayani banjir yang mungkin terjadi perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Materi Sosialisasi dapat berupa papan tanda banjir, sistem peringatan dini, kemungkinan evakuasi dan beberapa hal lainnya dikaitkan dengan tanda bahaya banjir maupun upaya penanggulangan darurat. Sosialisasi tersebut akan menimbulkan partisipasi bila dikaitkan dengan penanggulangan darurat saat banjir atau disebut “Flood Fighting”. Dengan Sosialisasi tersebut masyarakat akan lebih siaga dan apabila terjadi jebolnya tanggul akan memperkecil kerugian yang timbul sebagai hasil pemahaman terhadap banjir. Instansi pengelola sudah memiliki data tentang besaran banjir yang mungkin menyebabkan banjir, hal ini perlu disampaikan kepada masyarakat.

Musim Banjir 2001/2002
Diluar perkiraan bahwa pada awal Oktober 2001 telah terjadi banjir dalam skala kecil, namun tetap menjadikan keresahan masyarakat sebagai contoh banjir di jalur Pantura sebagai urat nadi perekonomian di Pulau Jawa. Berbagai upaya Pemerintah dalam menanggulangi banjir telah dilakukan,mulai dari normalisasi alur, perkuatan tebing dan pembersihan bantaran. Upaya tersebut tentu saja disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Beberapa gambaran tentang kondisi sungai di Jawa Tengah yang terdiri dari 128 sungai menunjukkan perlunya upaya dari segenap komponen masyarakat untuk secara bersama-sama mengurangi dampak banjir. Kondisi berdasarkan hasil pemantauan terakhir antara lain berupa tanggul kritis 4.440 m, gerusan tebing 18.454 m dan penurunan muka tanggul sepanjang 93.300 m.
Hal ini perlu perhatian khusus baik dari instansi pengelola yaitu Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan masyarakat di sekitar sungai dimaksud.

This article was written by admin_PPID

Menu